Melihat Tuhan, Hindu, Ngaben, Mapendes,Metatah dan Banten
Melihat Tuhan, Hindu, Ngaben, Mapendes dan Banten
Diri yang bodoh yang tersesat ke jalan se-tapak kebenaran, mencari pemahaman, intropeksi kedalam dan keluar, mencari kebenaran yang benar-benar benar, mengupas, menyaring dan menggali lebih dalam lagi, mencari kemurnian, mengolah mana yang asli mana yang palsu, jalan yang benar dan jalan yang palsu penuh tipuan, makna kehidupan keTuhanan yang sejati. Kesalahan dan kekeliruan Penafsiran, pengejewantahan, penerapan, dan aplikasi dari Weda yang murni. Ternyata ada weda yang palsu, pemelintiran oleh oknum brahmin-brahmin yang tidak bertanggungjawab, egois, dan keangkuh hidup. Arogansi Religiusitas=Kegelapan.
Terjebak pada ritus-ritus, seremonial, pakem dan syariat-syariat yang egois dan mau menang sendiri, seakan ini atau itu lah yang paling benar dan pintar, ini atau itulah pemegang kunci pintu surga. Bodoh !!!. Maafkanlah saya ini, sebab saya tidak tahu mau pakai kata apa lagi. Mungkin kata yang lebih tepat adalah kurang tahu, kurang sadar. Namun celaka kalau ada yang ga pengen tahu atau malah ga pengen sadar.
Kehidupan Kehinduan di Bali memang terlihat riuh, namun semua hanya riuh yang tampak di luar, riuh yg matawi, yang kasat mata berupa seremoni, liturgi dan duniawi. Sangat kurang sekali keriuhan pada hal rohani hati, rohani diri,pura dalem yg di dalam,ke karana sukma sarira yang di dalam tubuh ini. Maafkanlah saya jika saya salah,saya hanya ingin belajar beragama dan berTuhan dengan benar, berhati nurani dan murni.
Bhagavadgita, Saramuscaya kehilangan diri nya. Kitab suci nan agung adiguna itu tenggelam dikalahkan oleh eksploitasi duniawi. Odalan Piodalan, Caru ini dan Caru itu, Karya adat, Karya Agung, Mekarye Ngenteg Linggih, Padudusan Agung, Mendem Pedagingan,dan masih banyak lagi semua hanya sebatas UPACARA. Mungkin tak lebih dari seperti acara ulang tahun sekolah saja. Yang isinya sugesti, hipnotis, dan hanya menciptakan atmosfir yang seakan-akan sudah rohani. Duh sayangnya, mengapa lalu orang-orang yang pintar, arif, bijaksana, cerdas cendikia, para insinyur, doktor, sarjana, dan para petinggi ilmu lainnya mau dan hanyut saja ke arah pembodohan ini tak sadarkah mereka sedang ditipu, disesatkan, dikelabuhi. Mereka yang cerdas itu mau saja hanyut ke arah penipuan religiusitas, arogansi ketuhanan, praktek agama jadi tak lebih dari praktek perdukunan, berhala okultisme.
Betapa bodohnya jika kita percaya mentah-mentah, Ngaben dengan segala riuh pikuknya mewah rumitnya itu bisa menyelamatkan perjalanan jiwa kita. Tuhan tak selicik itu, tak sejahat itu, tak sediskriminatif itu dan tak sebodoh itu, tak segampang itu. Tuhan yang dikenal itu, Maha Agung, Tuhan yang tertib, teratur dan tegas. Sudah dijelaskan secara gamblang dan sangat jelas pada Weda, atau bahkan Seluruh Kitab suci Tuhan, bahwa saat hidup dan bernafas inilah kita bekerjakeras dan berlomba untuk berbaik diri dan hati, agar mati nanti Tuhan mau menerima muka kita, bukannya lalu dibodohi oleh sajen dan banten yang sekiranya akan menyelamatkan kita itu. Mapendes, metatah, potong gigi, yang katanya menghilangkan Sad Ripu. Jika tidak metatah, maka mati, di alam sana mati menggigit bambu. Bohong besar, celaka. Sad Ripu- (keinginan,marah,serakah,iri hati dengki,mabuk(harta dll) ,kebingungan (kurang cerdas) ) – itu, merupakan musuh yang paling utama, paling besar, paling licik dan sedikit mustahil untuk dikalahkan bagi manusia yang hidup di bumi ini. (Bhagavadgita bab III ayat 37) Tuhan yang berfirman seperti itu, bukan saya. Itu perang manusia sampai mati, 70-80 tahun hidup kita. Itu perang yang sangat sukar, ‘mematikan diri’, seenaknya saja bilang dengan metatah, menghilangkan Sad Ripu. Semua itu hanya simbol. Pada jaman dahulu, kertas sangatlah susah ditemukan dan jikapun ada sedikit sekali orang yang bisa menulisnya. Maka dari itu lah, nenek moyang kita menyimbolkan sebagian Weda itu dengan bebantenan, agar kita bisa membaca dan tahu maknanya. Wong sahabat yang lain, yang kitab sucinya sejak dari dulu tertulis jelas di kertas, terpelihara oleh Kerajaan Digdaya masa silam, mengakui masih banyak yang salah penafsiran dan salah konsep. Apa lagi Hindu di Bali yang disuruh membaca simbol melalui banten. Celaka.
Saya merindukan anak-anak dan generasi muda Hindu Bali dididik dengan agama Hindu yang benar. Melalui hati, bukan banten dan sajen semata. Namun juga lebih mengedepankan Tatwa dan Susila dari pada sekedar upacara. Trilogi Hindu tatwa, susila, upacara, dengan komposisi yang pas. Sang Hyang Widi, Weda itu akar katanya Wid, yang artinya pengetahuan. Saya merindukan, dari PAUD, TK atau SD, jika sahabat lain ada yang namanya TPA (taman pendidikan Al-Quran), PA (pendalaman Alkitab) dan sekolah minggu. Saya sangat rindu Hindu juga memilikinya dan bisa dinikmati anak-anak kita. Ada Pembelajaran Weda dari usia dini. Membentengi remaja melalui hati dan jiwanya. Sebab lihatlah pergaulan saat ini, rusak dan kejam. Sinetron, Acara Tv, sebagian besar rusak. Mengingat di Bali, AIDS dan Narkoba merajalela. Pergaulan remaja semakin bebas dan rusak. Tidak sedikit putra putri bali, yang memilih untuk pinda Agama, putri bali yang ikut suaminya, mengingat sulit dan susahnya ‘menemukan’ Tuhan melalui Hindu Bali, yang riuh rituil dan seremoni belaka. Saya berdoa, mereka akan menemukan Tuhan yang benar di ‘perahu’ baru mereka. Dan saya Harap Hindu bali, sebagai epicentrum Hindu ASEAN, bisa menjadi lebih rendah hati untuk mengarah ke kebenaran. PHDI sebagai ujung tombak, dimohonkanlah dengan sangat untuk menindaklanjuti ini. Pengetahuan dan kesadaran hati untuk membentengi anak-anak kita, agar tak terjerumus dunia kita yang tidak lurus lagi, sembari kita ikut membenahi diri. Iblis tak bisa mencegah kita untuk berbuat baik, Tuhanpun tak bisa mencegah kita untuk berbuat jahat. Ini mahabarata kita, ini perang kita yang sesungguhnya.
Seribu maaf yang sangat saya memohon jika ada kata yang kurang pantas, saya masih belajar, dan saya harap kita semua mau belajar dan tak pernah merasa cukup untuk mencari kebenaran. Dengan segala kerendahan hati, tiada maksud untuk menggurui, membenarkan atau menyalahkan, semua manusia masih belajar, dan setiap kebenaran ternyata memiliki kebenaran lagi di atas kebenaran itu. Tuhan Mahasuci pencipta, pemilik dan pengusa semua kebenaran.
saya sangat tertarik dengan tulisan anda, kalau berkenan saya ingin mendengar lebih banyak tentang kritisisasi anda mengenai kehidupan beragama di daerah anda. mohon saya di 081558162130